.Latar Belakang
Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
manusia tidak mungkin terlepas dari kegiatan ekonomi. Seperti kegiatan untuk
memperoleh rezeki demi kelangsungan hidupnya. Dalam islam, Allah telah memberi
tuntunan kepada umat manusia sebagaimana terdapat dalam Al-qur’an untuk giat
bekerja dan larangan untuk malas-malasan yang mana kegiatan ekonomi temasuk di
dalamnya. Akan tetapi Al-qur’an tidak membenarkan semua kegiatan ekonomi jika
kegiatan tersebut banyak merugikan atau merugikan salah satu pihak.Seperti perjudian,
riba dan semacamnya.
Pembahasan pokok tentang riba
disebutkan dalam beberapa tempat secara berkelompok, yaitu surat Ar-rum:39,
surat An-Nisa’:160-161, surat ali Imran :130, dan surat Al-baqarah 275-280.
Sedangkan mengenai pengertian riba ,para ulama’ menjadikan surat ali Imran
;130dan surat Al-baqarah :278-279 sebagai pijakan .
Kata kunci Al-qur’an yang
dikembangkan untuk menerangkan riba oleh para ulama’ adalah lakum ru’us
amwalikum( hukum adalah menerima sejumlah modal yang kamu pinjamkan), dari
situ kemudian difahami bahwa pemberian pinjaman hanya berhak menerima pelunasan
sejumlah pinjaman, dan kelebihan atas jumlah pinjaman itu dibayar dalam
tenggang waktu tertentu tanpa iwad( imbalan ) adalah riba.
Akan tetapi dalam perkembangan
ekonomi , banyak muncul berbagai fenomena. Misalnya di Indonesia, dari tahun ke
tahun nilai tukar rupiah mengalami perubahan . Uang satu juta rupiah pada tahun
1995 tidaklah sama dengan tahun berikutnya, Jika pada awal tahun1995 dipinjam
uang sebesar satu juta dan kemudian dikermbalikan pada tahun 2000 –secara
ekonomi- dirugikan.Dalam kondisi seperti ini, agar tidak ada pihak yang
dirugikan, pengembalian hutang harus disertai tambahan untuk kompensasi
perubahan nilai tukar rupiah. Akan tetapi langkah ini pasti akan dikatakan riba
jika berdasarkan kategori di atas. Fenomena ini menggambarkan pengembalian ‘ru’us
amwalikum ini tidak relevan dengan
tidak adanya dzulm sebagaiman terdapat dalam surat Al-baqarah:279.
Sementara perkembangan ekonomi dari
masa ke masa mengalami perkembangan , yang dulu tidak dikenal,sekarang ada.
Dulu lembaga permodalan seperti bunga bank tidak dikenal ,sekarang ada. Di satu
sisi,bunga bank terperangkap dalam praktek riba, tetapi di sisi lain bank punya
fungsi sosisl yang besar. Mengenai hal ini ada 2 pendapat. Pendapat pertama,
mengatakan bahwa bunga bank sama dengan riba ,sehingga harus dihindari oleh
umat islam. Sedangkan pendapat yang mengatakan bahwa bunga bank belum tentu
disebut riba apabila tidak ada unsur dzulm
di dalamnya. Sekalipun demikian sebenarnya kita belum menawarkan rumusan yang
baku tentang kriteria dzulm[1].
Bagaimanpun di masa lampau riba
dengan segala sifat dampaknya sudah difahami, kendati pengertiannya sederhana.,
artinya berbagai kegiatan ekonomi sudah dapat dikategorikan sebagai riba atau
tidak . Sementara perkembangan ekonomi terus melaju sehingga membentuk
perspektif tertentu dalam masyarakat menyangkut penilaian terhadap tentang
kegiatan ekonomi ,sehingga kegiatan ekonomi tertentu dewasa ini justru
dipandang baik, bahkan dibutuhkan .Oleh karena itu perlunya ada pengkajian ulang tentang
karakter riba yang terkandung dalam Al-qur’an .
Dalam makalah ini, penulis akan
mengulas bagaimana karakteristik riba yang ada dalam al-qur’an dengan menelaah
ayat yang berhubungan dengan riba , melihat asbabun nuzulnya ,munasabah ayat
dan mencoba menganalisis dalam konteks apa riba diharamkan?semoga bermanfaat.
II. Deskripsi
A.Ayat-ayat tentang Riba
·
QS.Ar-Rum:39
· وما اتيتم من ربا ليربوافي أموال الناس فلا
يربوا عند الله وما اتيتم من زكوة تريدون وجه الله فأولئك هم المضعفون [2](39)
·
QS.An-Nisa’:160-161
·
فَبِظُلْمٍ
مِنَ الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ
وَبِصَدِّهِمْ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ كَثِيرًا (160) وَأَخْذِهِمُ الرِّبَوا وَقَدْ
نُهُوا عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَأَعْتَدْنَا
لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا (161)[3]
·
QS.Ali
Imran :130
·
يآأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَوا أَضْعَافًا
مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (130)[4]
·
QS.Al-baqarah:275-280
· الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَوالَا يَقُومُونَ
إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ
بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ
الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى
فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ
النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (275) يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي
الصَّدَقَاتِ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ (276) إِنَّ الَّذِينَ
آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ
لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ
يَحْزَنُونَ (277) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ
مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (278) فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا
بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ
أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ (279) وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ
فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ
تَعْلَمُونَ (280)[5]
B.Asbabun Nuzul
·
Ar-Rum:39
Surat Ar-rum dianggap surat yang
pertama karena ia turun pada periode Makkah , sementara ayat-ayat lain yang
berbicara tentang riba turun pada periode madinah.Pembicaraan riba pada ayat
ini memberikan gambaran bahwa riba disangka dapat menghasilkan penambahan
harta, dalam pandangan Allah tidaklah benar, karena sesungguhnya zakatlah yang
dapat mendatangkan lipat ganda. Di dalam ayat ini juga belum ada penegasan
bahwa riba dilarang.
Sementara ulama mengemukakan bahwa
uraian Al-qur’an tentang riba mengalami pertahapan , mirip dengan pertahapan
pengharaman khamr ( minuman keras). Tahap pertama sekedar menggambarkan adanya
unsur negative, yaitu, yaitu surat ar-rum ini ,dengan menggambarkannya sebagai”
tidak bertambah pada sisi Allah”. Kemudian , disusul dengan isyarat tentang
keharamannya(QS.an-Nisa’ (4);161). Selanjutnya , pada tahap ketiga ,secara
tegas dinyatakan keharaman salah atu bentuknya,yaitu yang berlipat ganda(QS.Ali
Imran [3]: 130. Dan terakhir pengharaman secara total dan dalam berbagai
bentuknya yaitu pada QS.al-Baqarah[2]:278).
Sebagian mufassir ada yang
berpendapat bahwa dalam surat ini yang dimaksud bukanlah riba yang diharamkan .
Riba dalam ayat ini berupa pemberian sesuatu kepada orag lain yang tidak
didasarkan keikhlasan seperti pemberian hadiah dengan harapan balasan yang
lebih besar[6].
Kata (ربا)
Riba dari segi bahasa bahasa berarti kelebihan.Ulama berbeda pendapat tentang
maksud kata ini pada ayat di atas,. Sementara ulama’, seperti pakar tafsir dan
hukum,Al-qurthubi dan Ibnu Arabi , demikian juga Al-biqa’, Ibnu Kastir , sayyid
Qutub[7]
dan masih banyak yang lain_ semua itu berpendapat- Bahwa riba yang dimaksud
ayat ini adalah riba yang halal. Ibnu Katsir menamainya dengan riba
mubah.Mereka antara lain merujuk pada sahabat Nabi SAW, Ibnu Abbas r.a dan
beberapa tabi’in yang menafsirkannya dalam arti hadiah yang diberikan kepada
seseorang dengan mengharapkan imbalan yang lebih.[8]
Ada juga Ulama’ yang memahaminya
dalam arti Riba dari segi hukum , yakni yaitu haram. Thahir Ibnu Asyur
berpendapat demikian. Tim penyusun tafsir Al-Muntakhab juga demikian . Mereka
menulis bahwa makna ayat di atas adalah “ harta yang kalian berikan kepada
orang-orang yang memakan riba dengan tujuan menambah harta mereka, tidak suci
di sisi Allah dan tidak akan diberkati. Sedang sedekah yang kalian berikan dengan tujuan
mengharapkan ridla Allah tanpa riya atau mengharapkan imbalan, itulah
orang-orang yang memiliki kebaikan yang berlipat ganda.
Thaba’thaba’i memahami kata riba
pada ayat di atas dalam arti hadiah,tetapi dengan catatan jika ayat ini
turun sebelum hijrah ,dan riba yang haram adalah apabila ia turun setelah
hijrah , walaupun menurut ayat ini dan
ayat sebelumnya lebih dekat dinilai madaniyyah daripada Makkiyah.
Prof.Dr.Qurays Shihab memahami riba
dalam ayat ini dalam arti hadiah yang mempunyai maksud-maksud selain jalina
persahabatan murni. Di sisi lain, dalam al-qur’an kata riba ditemukan dalam Al-qur’an
sebanyak delapan kali dalam empat surat. Salah satu yang menarik adalah cara
penulisannya.Hanya dalam surat Ar-rum ini yang ditulis tanpa menggunakn huruf
wawu ,ditulis (ربا) . Sedang , selainnya
ditulis dengan huruf wawu yakni(الربو)
. pakar ilmu Al-qur’an az-Zarkasyi, menjadikan perbedaan penulisan ini sebagai
salah satu indicator tentang perbedaan maknanya . yang ini adalah riba yang
halal ,yakni hadiah, sedang yang sealinnya adalah riba yang haram, yang
merupakan salah satu pokok keburukan ekonomi.
Sedangkan perbandingan antara riba
dan zakat menunjukkan bahwa riba terkesan mengambil harta orang lain tanpa ada
transaksi penyeimbang,sedangkan zakat memberikan harta kepada orang lain
sebagai wujud kepedulian .Keduanya dapat melipatgandakan harta sedangkan zakat
melipatgandakan pahala karena sifat kesalehan social orang yang berzakat,”fa
ula’ika humul mudh’ifuuna.[9]
·
QS.An-Nisa’:160-161
Ayat ini turun dalam konteks waktu
itu, orang-orang Yahudi biasa melakukan perbuatan dosa besar. Mereka selalu
menyalahi aturan yang telah ditentukan oleh allah SWT. Barang-barang yang telah
dihalakan oleh Allah mereka haramkan, dan apa yang diharamkan oleh Allah mereka
lakukan. Sebagian dari barang yang diharamkan oleh Allah yang mereka banyak
budayakan adalah riba.Hanya orang-orang yang benar-benar beriman kepada Allah
secara jujur dari kalangan meraka – diantaranya Abdullah bin Salam, Tsa’labah
bin Sa’yah, Asad bin Sa’yah dan Asad bin Usaid – saja yang tidak mau melakukan
kezaliman. Sehubungan dengan itu, Allah SWT menurunkan ayat 161 sebagai khabar
tentang perbuatan mereka dan sebagai kabar gembira bagi mereka yang beriman
untuk mendapatkan pahala yang besar dari sisi Allah SWT. (HR. Ibn Abi Hatim
dari Muhammad b. Abdillah b. Yazid al-Muqri dari Yahya b. Uyainah dari Amr b.
Ash).
Dalam tahap ini, riba digambarkan
sebagai sesuatu yang buruk. Dalam ayat ini diceritakan bahwa orang-orang yahudi
dilarang melakukan riba, tetapi larangan itu dilanggar mereka sehingga mereka
dimurkai Allah SWT dan diharamkan kepada mereka sesuatu yang telah pernah
dihalalkan kepada mereka sebagai akibat pelanggaran yang mereka lakukan. Ayat
ini turun sesudah Hijrah (Madaniyah). Dan ayat ini belum secara jelas ditujukan
kepada kaum muslimin, tetapi secara sindiran telah menunjukan bahwa, kaum
muslimin pun jika berbuat demikian akan mendapat kutuk sebagaimana yang didapat
orang-orang yahudi.
·
QS.Ali Imran:130
Sebagian ulama’ berijtihad memeras
keringat untuk menemukan hubungan ayat ini karena sebelumnya telah diuraikan
panjang lebar mengenai sejarah perang uhud,namun ada sebagian mereka tidak puas
dengan pandangan ulama lain berhenti dan berkesimpulan bahwa ayat ini tidak
perlu dihubungkan dengan ayat –ayat sebelumnya.
Salah satu pendapat yang dapat
dipertimbangkan adalah pendapat al-Qaffal bahwa ,karena kaum musyrikin
membiayai peperangan-peperangan mereka, antara lain pada perang uhud,dengan
harta yang mereka hasilkan dari riba,boleh jadi terlintas dalam benak kaum
muslimin untuk mengumpulkan pula biaya peperangan melalui riba. Ayat ini turun
mengingatkan mereka agar jangan melangkah ke sana.
Al-biqa’i berpendapat bahwa sebab utama dari
malapetaka yang terjadi dalam perang uhud adalah karena para pemanah
meninggalkan posisi merekadari atas bukit untuk mengambil harta rampasan
perang,padahal nabi telah melarangnya. Harta yang mereka ambil itu serupa
dengan harta riba , dari sisi bahwa keduanya adalah sesuatu yang merupakan
bagian yang lebih dari hiasan dunia.Kesamaannya dalam hal sesuatu yang
terlarang ,atau sesuatu yang lebih dari wajar ,itulah yang mengundang ayat ini
mengajak orang-orang beriman agar tidak memakan riba sebagaimana yang sering
terjadi dalam masyarakat jahiliyyah pada waktu itu, yakni yang berlipat
ganda[10].
Al-Biqa’I menguatkan pendapatnya ini dengan mengutip beberapa riwayat ,antara lain dari Abu Daud melalui Abu Hurairah yang
kesimpulannya adalah bahwa seseorang yang kesimpulannya adalah bahwa
seseorang-Amr ibn Uqaisy atau Usairim Ibn abdil Asyhal-melakukan transaksi riba
, dan dia enggan masuk islam sebelum memungut riba itu.Namun,ketika perang uhud
terjadi, dia menanyakan tentang anak-anak pamannya ,atau anak pamannya ,atau
anak saudaranya dan beberapa temannya. Setelah disampaikan bahwa mereka berada
di uhud, dia segera menunggang kudanya dan pergi menemui mereka. Ketika kaum
muslim melihatnya, mereka menyuruhnya pulang , tetapi dia menyatakan dirinya
telah beriman . Dia ikut aktif terlibat dalam peperangan itu dan mengalami luka
berat. Di rumahnya , dia ditanya tentang sebab keterlibatannya dalam peperangan
apakah karena ingin membela keluarga atau karena Allah.Dia menjawab:”Karena
Allah dan Rasulnya” Tidak lama kemudian, dia gugur karena
lukanya.Rasulullah SAW menyatakan bahwa
dia adalah penghunu syurga ,padahal tak sekalipun ia sholat.
Peristiwa ini sementara dijadikan
oleh ulama’sebagai asbabun nuzul ayat dan seperti terlihat ia masih berkaitan
dengan perang uhud,yang menjadi uraian-uraian ayat-ayat lalu.Berdasarkan hal
tersebut,ayat dia atas juga dapat berarti “Wahai orang-orang yang berkeinginan
untuk beriman untuk beriman,maka
janaganlah berbuat seperti –Amr Ibnu Uqaisy atau Ushairim Ibnu Abdil
Asyhal-yang menunda keislamannya karena ingin memungut harta riba yang kamu
kenal berlaku di masyarakat,tetapi bersegeralah berimankepada Allah agar kalian
tidak celaka,tetapi menorah keuntungan. Atau , wahai oarng-orang yang
menyatakan dirinya sebagai orang yang beriman,lakukanlah seperti yang dilakukan
Asyram. Dengan kesungguhan imannya ,dia berperang, dan meninggalkan riba sehingga
memperoleh keberuntungan.
Sementara Imam Ar Razi mengatakan,”
Pada masa jahiliyyah , bila seseorang berhutang pada orang lain sebanyak 100
dirham,jika telah waktunya,ternyata orang yang berhutang belum bisa membayarnya
,ia akan mengatakan:”tambahilah waktu pembayarannya”,biar nanti aku tambah
jumlah pembayarannya. Dan ini terkadang mencapai 200 dirham. Setelah tiba
waktu yang dijanjikan,terulang lagi hal yang serupa dan hal itu terjadi
beberapa kali ,sehingga seratus dirham ia dapat mengambil berlipat ganda dari
modalnya.[11]
Ayat di mulai dengan panggilan
kepada orang-orang yang beriman disusul dengan larangan riba.Dimulainya
demikian memberi isyarat bahwa bukanlah sifat dan kelakuan orang yang beriman
memakan yakni mencari dan menggunakan uang yang diperolehnya dari praktek riba.
Riba atau kelebihan yang terlarang
oleh ayat tersebut adalah yang sifatnya adh’afam mudlo’afah,yakni
berlipat ganda, sebagaimana kebiasaan masyarakat jahiliyyah . Jika seseorang
tidak mapu membayar hutang , dia ditawari atau menawarkan penangguhan pembayaran
, dan sebagai imbalan penangguhan itu-ketika membayar utangnya-dia membayar nya dengan ganda atau
berlipat ganda.
Dalam tafsir Al-Kasyf disebutkan
bahwa imam abu hanifah, apabila membaca ayat 130 di atas , beliau berkata :”
Inilah ayat-ayat yang paling menakutkan dalam Al-qur’an karena Allah mengancam
orang-orang yang beriman terjerumus dalam neraka yang disediakan Allah untuk
orang-orang kafir. Memang riba adalah kejahatan ekonomi yang terbesar .Ia
adalah penindasan terhadap orang yang butuh.Penindasan dalam bidang ekonomi
dapat lebih besar daripada penindasan dalam bidang fisik. Tidak heran jika
sebagian ulama’-seperti Muhammad Abduh – yang menilai kafir , orang-orang yang
melakukan praktik riba- walaupun mengakui keharamannya dan walau dia mengcapkan
kalimat syahadat dan secara formal melakukan sholat-adalah serupa orang-oranng
kafir yang terancam kekal di neraka.[12]
QS. Al-B-aqarah :275-280.
Asbabun nuzul Ayat 278[13];
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath
Thabari meriwayatkan,”Kaum tsaqif ,penduduk kota tha’if ,telah membuat sesuatu
kesepakatan dengan Rasulullah ,nahwa semua hutang mereka,demikian juga piutang
(tagihan )mereka yang berdasarkan riba agar dibekukan dan dikembalikan hanya
pokoknya saja. Setelah fathul Makkah,Rasulullah SAW menunjuk Itab bin Usaid
sebagai Gubernr Mekah yang juga meliputi kawasan Thaif sebagai daerah administrasinya.Bani
Amr bin Umar bin Auf adalah orang yang senantiasa meminjamkan uang secara riba
kepada Bani Mughirah dan sejak zaman jahiliyyah bani Amr Mughirah senantiasa
membayarnya dengan tambahan riba.
Setelah kedatangan islam,mereka
tetap memiliki kekayaan dan asset yang banyak. Karenanya,datanglah bani Amr
untuk menagih hutang dengan tambahan riba dari bani mughiroh –seperti sedia
kala tetapi bani mughirah setelah masuk islam menolak untuk memberikan riba
tersebut. Dilaporkan masalah tersebut kepada gubernur Itab langsung menulis
surat kepada Rasulullah dan turunlah ayat tersebut.Rasulullah lantas menulis
surat balasan kepada Gubernur Itab,jika mereka Ridlo atas ketentuan Allah di
atas,maka itu baik. Tetapi jika mereka menolak maka kumandangkanlah ultimatum
perang pada mereka.
Dari Asababunnuzul di atas,Allah
mengisyaratkan kepada seluruh orang yang beriman untuk meninggalkan sisa riba
dalam utang-piutang.Jika mereka masih melakukannya ,maka Allah dan Rasul akan
memeranginya.
Sebenarnya persoalan riba telah
dibicarakan Al-qur’an sebelum ayat ini .[14]Sedangkan
ayat riba yang terakhir adalah terdapat surat ini. Bahkan Ayat ini dinilai
sebagai ayat hukum terakhir atau ayat terakhirbyang diterima oleh Rasulullah.
Umar Ibnu Khattab berkata bahwa Rasul SAW wafat sebelum sempat menafsirkan
maknanya, yakni secara tuntas.
Karena ayat ini didahului oleh
ayat-ayat lain yang berbicara tentang riba, tidaklah heran jika kandungannya
bukan saja melarang praktik riba,tetapi juga sangat mencela pelakunya,bahkan
mengancam mereka.Menurut banyak ulama’ ,terjadi di hari kiamat nanti, yakni
mereka akan dibangkitkan dari kubur dalam keadaan sempoyongan ,tidak tau arah
yang harus mereka tuju.Lalu bagaimana dengan perumpamaan yang dilukiskan sebagai sentuhan syetan terhadap mereka.
Az-Zamakhsyari(1075-1144), seorang
tokoh beraliran rasional.Berkomentar tentang makna sentuhan syetan bahwa ini
berdasar kepercayaan orang-orang musyrik arab , maka penyebutan sentuhan setan
di sini adalah berdasarkan hal tersebut, bukan dalam arti yang sebenarnya.
Biarbagaimanapun orang-orang yang bertransaksi
dalam riba yang keadaannya seperi dilukiskan di atas berpendapat bahwa apa yang
mereka lakukan wajar-wajar saja:”Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba”
Tidaklah mudah menjelaskan hakikat riba karena
Al-qur’an tidak menguraikannya secara terperinci. Rasulpun tidak sempat
menjelaskannya secara tuntas karena rangkaian ayay-ayat riba dalam surat ini
turun menjelang beliau wafat.Memang, banyak riwayat tentang praktik riba pada
waktu itu.Pakar tafsir Ibn Jarir Ath Thabrani meriwayatkan melalaui Ibn Zaid
yang menerima informasi dari ayahnya bahwa riba pada masa jahiliyyah adalah
dalam pelipatgandaan.
Di samping bentuk di atas, yang
popular dinamakan riba Nasi’ah ,Rasul Saw juga melarang bentuk lain dari riba,
yaitu dengan dinamai riba fadhl,yaitu menukar jenis barang yang sama,tetapi
dengan kadar yang berbeda.
Kata yamhuq yang diterjemahakan
dengan memusnahkan , dipahami oleh pakar-pakar bahasa dalam arti mengurangi
sedikit demi sedikit hinggs habis, sama halnya dengan sinar bulan setelah purnama ,berkurang sedikit demi
sedikit ,sehingga lenyap dari pandangan.
Penganiayaan yang timbul karena
praktik riba menimbulkan kedengkian di kalangan masyarakat ,khususnya kaum
lemah. Kedengkian tersebut sedikit demi sedikit bertambah dan bertambah hingga akhirnya menimbulkan bencana yang
membinasakan.
Lawan riba adalah sedekah. Tidak
heran jika Allah menyuburkan sedekah . Jangan menduga penyuburan, penambahan,
dan pengembangan itu hanya dari sisi spiritual atau jiwa yang dilahirkan oleh
bantuan pemberi sedekah.Jangan duga hanya ketenangan batin dan ketentraman jiwa
yang dapat diraih oleh pemberi dan penerima.Akan tetapi juga drai segi
material. Seseorang yang bersedekah dengan tulus akan merasakan kelezatan dan
kenikmatan membantu, dan pada gilirannya melahirkan ketenangan dan ketentraman
jiwa yang dapat mendorongnya untuk lebih berkonsentrai dalam usahanya.
Ayat ini juga mengisyaratkan
kekufuran orang-orang yang mempratikkan riba, bahkan kekufuran yang berganda
sebagaimana difahami dengan
menggunakan kata kaffar bukan kafir.
Kekufuran yang bergannda itu yang mempersamakan antara riba dan jual beli
sambil menolak ketentuan Allah.
Secara ringkas,kelompok ayat ini
berbicar tentang riba dengan berbagai tahapan sebagai berikut:
1.Ia memulai pembicaraan dengan
melukiskan pemakan riba sebagai orang yang kesetanan,tidak dapat membedakan
mana yang baik dan mana yang buruk,sehinnga ia menyamakan antara jual beli dan
riba.Padahal Al-qur’an telah menegaskan baahwa jual –beli itu halal dan riba
itu haram.Oleh karena itu diingatkan bahwa orang yang menerima nasehat
Al-qur’an akan beruntung dan orang yang membangkang di ancam neraka.
2.Al-qur’an menegaskan bahwa riba
itu melumpuhkan sendi-sendi ekonomi,sedangkan sadaqah menyuburkan kekuatan
ekonomi.
3.Al-qur’an memuji orang yang
beriman ,beramal saleh dan membayar zakat.
4.Penegasan ulang tentang riba
5.Al-qur’an memuji pemberian
pinjaman yang suka memaafkan hutang orang lain karena peminjam mengalami
kesulitan ekonomi.
Dan secara umum dapat dikatakan
bahwa sebab turun kelompok surat Al-baqarah:278 adalah praktek riba yang
dilakukan oleh masyarakat Makkah dan sekitarnya,yang dikenal dengan riba
jahiliyyah.
C.Munasabah[15]
Al-qur’an berbicara tentang riba di
empat tempat,Masing-masing kelompok ayatnya dikaitkan dengan ayat –ayat sesudah
dan sebelumnya agar konteks dan pesannya secara utuh dapat dimengerti secara
baik. Setelah masing-masing kelompok ayat riba dipahami dengan
konteksnya,dilanjutkan dengan memadukan semua kelompok ayat riba. Dari sana
akan ditemukan sosok riba secara utuh sesuai dengan pesan al-qur’an.Para ulama
menyebut pendekatan ini dengan munasabah,Ada munasabat antara permulaan surat
dengan akhir surat sebelumnya,antara permulaan dengan akhir surat yang
sama,antara kandungan surat dengan namanya,antara kelompok ayat dengan kelompok
ayat dengan ayat-ayat sebelum dan sesudahnya.Dalam makalah ini akan dicoba
diterapkan pendekatan muhasabah antara kelompok ayat-ayat riba,dengan ayat-ayat
sebelum dan sesudahnya.
Ar-Rum:130
Ayat ini merupakan bagian ayat yang
tidak terpisahkan dengan suatu kelompok ayat,beberapa ayat sebelum dan
sesudahnya. Sebelum Al-qur’an menyebutkan riba, ia mengingatkan bahwa ada orang
yang dicoba dengan kesusahan kemudian ia segera bergegas mendekatkan diri
kepada Allah,sedangkan orang yang dioba dengan kesenangan,ia menjauh dari
Allah.Tetapi ada pula sebaliknya.Di antara cobaan adalah menyangkut rizki.
Sebab ayat berikutnya al-qur’an menegaskan:’hanya Allah lah sebenarnya yang
memberikan rizki yang sedikit atau banyak.
Selain itu sebelum menyebut riba itu tidak menghasilkan apa-apa,ia menyuruh orang untuk mengeluarkan zakat yang membawa hasil yang lipat ganda. Di sini riba dikontraskan dengan zakat, dalam zakat ,harta mempunyai fungsi social sedangkan riba tidak.
Selain itu sebelum menyebut riba itu tidak menghasilkan apa-apa,ia menyuruh orang untuk mengeluarkan zakat yang membawa hasil yang lipat ganda. Di sini riba dikontraskan dengan zakat, dalam zakat ,harta mempunyai fungsi social sedangkan riba tidak.
An-Nisa’ 160-161
Pada ayat ini riba tidak
dikontraskan dengan zakat atau sejenisnya ,tetapi menyejajarkan pelaku riba
dengan orang yang durhaka kepada rasul.Sesudah al-qur’an menyebut bahaya riba di
kalangan Yahudi,iamenyebut beberapa sifat orang yang akan mendapat pahala di
sisi Allah, di antaranya adalah orang yang mengeluarkan zakat.
Ali Imran:130
Menurut Muhammad Abduh , sebelum
al-qur’an menyebut larangan riba di ayat ini,ia berbicara tentang pertolongan
Allah terhadap orang mukmin dalam perang badr.Kekalahan dalam perang uhud
berkaitan dengan ketamakan orang islam akan gharimah dan keakraban mereka
kepada orang yahudi, yang dikenal dengan pemakan riba seperti disebut dalam
surat An-nisa’;160-161.Agar pertolongan Allah tetap menyertai orang
mukmin,tamak dan akrab dengan riba harus dihindari.
Al-Baqarah:275-280
Kelompok ayat ini merupakan
lanjutan ayat-ayat sebelumnya.Ayat ini diawali dengan membicarakan tentang
ketegasan bahwa orang yang berinfaq kepada Allah berarti menggandakan
harta.Jaminan yang sama dibicarakan Al-qur’an pada ayat selanjutnya mengenai
pertentangan riba dengan shodaqah karena orang menyangka bahwa riba sama
halalnya dengan jual beli.Pengontrasan antara riba dan zakat disebut al-qur’an
dua kali,satu kelompok pada periode
makkah sebagaimana terdapat dalam surat Ar-Rum dan periode Madinah pada
surat Al-Baqarah.Setelah menguraikan tentang dampak riba,Al-qur’an menegaskan
tentang larangan riba,sebagai ulangan larangan yang terdapat dalam surat Ali
Imran.
Dengan demikian ,riba dalam
al-qur’an yang dilihat dari kerangka munasabat menunjukkan kerangka sebagai
berikut[16]:
§ Riba
menjadikan pelakunya kesetanan, tidak dapat membedakan mana yang baik dan mana
yang buruk,sehinnga ia menyamakan antara jual beli dan riba.Padahal Al-qur’an
telah menegaskan baahwa jual –beli itu halal dan riba itu haram.
§ Riba merupakan
transaksi utang piutang dengan tambahan yang dijanjikan di depan dengan dampak dzulm,ditandai
dengan lipat ganda. Dalam surat Ali Imran sifat dzulm lebih
ditekankan,sedangkan di dalam surat Al-baqarah lipat ganda yang lebih
ditekankan.Demikian dzulm relevan lipat ganda .
§ Dari sikap
Al-qur’an yang selalu menghadapkan riba dengan sedekah ,zakat atau infaq,maka
diketahui bahwa riba mempunayi watak menjaukan persaudaraan,bahkan menuju
permusuhan,Sebab sedekah dan padanannya yang merupakan antitesa riba mempunyai
watak mengakrabkan persaudaraan dan membuat iklim tolong-menolong.
D.Pendapat Ulama’ Tafsir
Ada beberapa cara yang ditempuh
ulama’ dalam menafsirkan ayat-ayat riba.At-Tabari,ibn kasir,dan Al-qurthubi
dalam penafsiran mereka cenderung menitikberatkan pada pengutipan
hadis-hadistyang berkenaan dengan kasus yang melatarbelakangi turunnya ayat
riba,dengan sedikit komentar.Sedang as-suyuti tanpa
berkomentar.Sedangkan kelompok kedua,[17]mengutip
hadist-hadist secara sekilas untuk mendukung mereka dalam penafsiran.Sedangkan
ulama’ lain seperti fakhrur Razi, al-Khazin,Ath-thaba’thaba’i mengutip
banyak hadis seperti yang dilakukan oleh ulama’ yang pertama tetapi juga
mengemukakan pendapat seperti yang dilakukan oleh ulama’ golongan kedua.
Sedangkan para modernis seperti
Fazlur Rahman(1964),Muhammad Asad(1984),Said an- Najjar(1989), dan abdul Mun’im
An-Namir(1989) menekankan perhatiannya pada aspek moral sebagai bentuk
pelarangan riba dan mengesampingkan aspek legal formal dari larangan riba
karena menimbulkan ketidakadilan,sebagaimana dalam Al-qur’an diungkapkan “laa
tadzlimuuna walaa tudzlamuun”.Paramodernis juga mendasarkan pandangannya
pada ulama’ klasik di antaranya Ar Razi,Ibn qayyim, dan Ibn Taimiyyah[18].
Tidak semua ulama’ memberi definisi
riba dalam tafsirannya,tidak begitu jelas mengapa para ulama’ tidak mengemukaan
definisinya. Tampaknya ulama’ muta’akhirlah yang mengemukakan definisi.
Menurut Thaba’thaba’i Riba
adalah menukar/mengganti sesuatu dengan
sesuatu yang sebanding dan ada tambahan.Dengan definisi ini,maka jenis riba
nasi’ah dan riba fadhl masuk di dalamnya. Sedang menurut Rasyid Ridla
mengatakan yang dimaksid riba di sini adalah riba yang dikenal di masa jahiliyyah
dan dipraktikkan oleh orang-orang yahudi
dan orang-orang musyrik.Akan tetapi beliau membatasi bahwa riba yang diharamkan
Al-qur’an adalah yang bersifat lipat ganda.Menurut As-shabuni,riba
nasi’ah adalah riba orang-orang jahiliyyah,di mana orang mengadakan peminjaman
sejumlah harta untuk jangka waktu tetentu ,seperti setahun atau sebulan,dengan
syarat ada tambahan karena panjangnya tenggang waktu.
Dari uraian para mufassir tentang
riba ,baik yang dituangkandalam definisi maupun dalam gambaran praktis di masa
jahiliyyah,riba yang mereka maksud dapat diidentifikasi sebagai berikut[19]:
1)
Terjadi karena transaksi pinjam
meminjam/utang-piutang.
2)
Ada tambahan dari jumlah pinjaman
ketika pelunasan.
3)
Tambahan tersebut dijanjikan
terlebih dahulu,setidaknya beberapa waktu sebelum pelunasan.
4)
Tambahan itu diperhitungkan sesuai
dengan panjang pendek-nya tenggang waktu peminjaman.
Namun terdapat analisa beberapa
mufassir[20]
yang tidak cukup diidentifikasikan dalam empat macam seperti di atas.
E.Kontekstualisasi
Sementara perkembangan ekonomi dari
masa ke masa mengalami perkembangan , yang dulu tidak dikenal,sekarang ada.
Dulu lembaga permodalan seperti bunga bank tidak dikenal ,sekarang ada.Bank
merupakan bagian dari peradaban Barat yang diterima oleh para tokoh pembaharu
islam sekitar abad ke 18 masehi.Sehingga kontroversi bunga bank muncul setelah
abad itu. Oleh karena itu perlunya ada pengkajian
ulang tentang karakter riba yang terkandung dalam Al-qur’an .
Sebagaimana kita tahu bahwa dewasa
ini sebagian orang islam telah mendirikan Bank,kita istilahkan saja Bank
Islam.Ia merupakan hasil upaya penyempurnaan bentuk dan mekanisme kerja bank
pada umumnya(konvensional).Gerakan ini muncul karena di satu sisi mereka
mengakui pentingnya keberadaan bank dalam menghadapi problem ekonomi, di sisi
lain mereka melihat bahwa mekanisme kerja perbankan belum sepenuhnya memenuhi
tuntunan islam.
Adapun suku bank dalam bank
konvensional dalam hal ini dapat dibedakan menjadi dua pengertian sebagai
berikut:
1.
Suku bunga kredit,yaitu bunga yang
dibayar oleh bank kepada pemilik dana yang menyimpan uangnya di bank
2.
Suku bunga debet,yaitu suku bunga
yang ditetapkan oleh bank yang harus dibayar oleh pemakai dana atau peminjam
bank.
Sekarang yang menjadi masalah adalah
apakah bunga yang ditetapkan bank konvensional dibenarkan menurut ajaran islam
atau dianggap sama dengan riba. Dalam hal ini ada dua pendapat.Pendapat pertama
mengatakan bahwa bunga yang dibayarkan pada pinjaman investasi dalam kegiatan
produksi tidak bertentangan dengan hukum al-qur’an karena hukum ini hanya
mengacu kepada riba yaitu pinjaman yang bukan untuk produksi di masa pra
islam.tetapi pendapat ini dibantah oleh pendapat yang kedua dengan mengatakan
bahwa sesungguhnya perbedaan antara pinjaman produktif dan tidak produktif
adalah perbedaan tingkat,bukan perbedaan
jenis.Menyebut riba dengan nama bunga bank tidak akan mengubah
sifatnya,karena bunga adalah sesuatu tambahan modal yang dipinjam,karena itu ia
adalah riba baik dalam jiwa maupun
peraturan hukum islam.
Kemudian tentang bagaiman hukum
bermu’amalah dengan bank konvensional,di sini muncul tiga pendapat:
1.
Pendapat pertama mengatakan bahwa
bunga bank adalah sama dengan riba nasi’ah maka haram hukumnya.Oleh karena itu
,umat islam tidak boleh bermu’amalah dengan bank konvensional yang memakai
system bunga kecuali kalau dalam keadaan darurat[21].
2.
Pendapat kedua adalah pendapat
Majlis Tarjih Muhammadiyah yang pada tahun 1968 memutuskan bahwa bunga bank
yang diberikan bank konvensional kepada para nasabahnyademikian
sebaliknya,dalaam artian syubhat,belum jelas halal dan haramnya.
3.
Pendapat ketiga memperbolehkan.Dalam hal ini ada dua
pendapat,pendapat pertama yang dianut oleh A.Hasan,pendiri dan pemimpin
pesantren Bangil.Menurut pendapatnya,bunga bank bukan riba yang
diharamkan,karena tidak bersifat ganda seperti dalam surat ali Imran:130.Pendapat
kedua mengatakan bahwa yang diharamkan adalah pinjaman konsumtif sedang
pinjaman investasi dalam kegiatan produksi tidak diharamkan.
Dalam hal ini
penulis makalah cenderung setuju dengan pandangan ulama’ modern yang lebih
menekankan perhatiannya pada aspek moral sebagai bentuk pelarangan riba dan
mengesampingkan dari larangan riba sebagaimana yang dijelaskan dalam hukum
islam.Argumentasi mereka adalah sebab dilarangnya riba karena menimbulkan
ketidakadilan,sebagaiman diungkapkan dalam Al-qur’an.:”laa tadzlimuuna walaa
tudzlamuun,Bahwa tidak seluruh bunga bank itu dilarang. Sebab pada prinsipnya
aktivitas perbankan dengan ciri bunga itu bertujuan pembinaan ekonomi.
IV.Kesimpulan.
Dari uraian
dia atas ,kiranya dapat disimpulkan sebagai berikut:
·
Dari uraian para mufassir tentang
riba ,baik yang dituangkan dalam definisi maupun dalam gambaran praktis di masa
jahiliyyah,riba yang mereka maksud dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1)
Terjadi karena transaksi pinjam
meminjam/utang-piutang.
2)
Ada tambahan dari jumlah pinjaman
ketika pelunasan.
3)
Tambahan tersebut dijanjikan
terlebih dahulu,setidaknya beberapa waktu sebelum pelunasan.
4)
Tambahan itu diperhitungkan sesuai
dengan panjang pendek-nya tenggang waktu peminjaman.
- Tahapan pelarangannya yaitu surat yang pertama yaitu:QS.Ar Rum:39,kemudian (QS.an-Nisa’ (4);161). Selanjutnya , pada tahap ketiga ,secara tegas dinyatakan keharaman salah atu bentuknya,yaitu yang berlipat ganda(QS.Ali Imran [3]: 130. Dan terakhir pengharaman secara total dan dalam berbagai bentuknya yaitu pada QS.al-Baqarah[2]:278).
Sementara
perkembangan ekonomi dari masa ke masa mengalami perkembangan Munculnya
perbankan menimbulkan kontroversi mengenai hukum bunga bank.Ada banyak mendapat
mengenai masalah ini,namun penulis makalah cenderung setuju dengan tokoh modern yang lebih menekankan perhatiannya
pada aspek moral sebagai bentuk pelarangan riba dan mengesampingkan dari
larangan riba sebagaimana yang dijelaskan dalam hukum islam.Argumentasi mereka
adalah sebab dilarangnya riba karena menimbulkan ketidakadilan,sebagaiman
diungkapkan dalam Al-qur’an.:”laa tadzlimuuna walaa tudzlamuun,Bahwa tidak
seluruh bunga bank itu dilarang. Sebab pada prinsipnya aktivitas perbankan
dengan ciri bunga itu bertujuan pembinaan ekonomi.
Referensi:
§ Zuhri,Muhammad.
Riba dalam al-Qur;an dan Perbankan: Sbuah Tilikan antisipatif, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 1996)
§ Saeed,Abdullah.Bank
Islam dan Bunga(yogjakarta:Pustaka Pelajar,2003)
§ Quraish
Shihab,Tafsir Al-Misbah(Jakarta:Lentera Hati,2002)
§ Musthofa
Al-Maraghi,Tafsir Al-Maraghi
§ Swiknyo,Dwi .Kompilasi
tafsir”ayat-ayat Ekonomi Islam”(Yogjakarta:Pustaka pelajar,2010)
§ Ahmad
Nasuha,Riba dan Bunga Bank dalam perspektif Al-qur’an:Jurnal
Teologia,Vol.15.No.1,Januari 2004
[1]
Ahmad Nasuha,riba dan Bunga bank dalam perspektif Al-qur’an,Jurnal
Theologia.Vol.15.No.1.Januari 2004
[2]
Dan sesuatu riba (tambahan ) yang kamu berikan agar dia menambahkan pada harta
manusia ,maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah . dan apa yang kamu
berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridlaan Allah, maka
(yang berbuat demikian ) itulah orang-orang yang melipatgandakan.
[3]
Maka disebabkan kedzaliman orang-orang yahudi .Kami haramkan atas mereka
(memakan makanan) yang baik-baik(yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka , dan
karena mereka banyak mengahalangi (manusia dari jalan Allah(160),Dan disebabkan
mereka memakan riba,padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya dan
karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil.Kami telah
menyediakan untuk orang-orang yang kafir diantara mereka itu siksa yang pedih.
[4]
Hai orang-orang yang beriman,janganlah memakan riba dengan berlipat-lipat,
bertaqwalah kepada Allah agar kamu memperoleh keberuntungan.
[5]
Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syetan lantaran tekanan penyakit gila. Keadaan
mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata,sesungguhnya
jual-beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepada larangan Tuhan, lalu
terus berhenti dari mengambil riba , maka baginya apa yang telah diambilnya
dahulu sebelum dating larangan dan urusannya terserah kepada Allah . Orang yang
kembali mengambil riba ,maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka,mereka
kekal di dalamnya.(275)Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan
Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran ,dan selalu
berbuat dosa(276)Sesungguhnya orang-orang yang beriman mengerjakan amal
shaleh,mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi
Tuhannya.Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka
bersedih hati(278)Hai orang-orang yang beriman,bertaqwalah kepada Allah dan
tinggalkan sisa riba(yang belum dipungut )jika kamu orang –orang yang
beriman(278)Maka jika kamu tidak mengerjakan(meninggalkan sisa riba )maka
ketahuilah ,bahwa Allah dan RasulNya
akan memerangimu.dan jika kamu bertaubat(dari pengambilan riba),maka bagimu
pokok hartamu,kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya(dirugikan)(299) dan
jika (orang berhutang itu)dalam kesukaran , maka berilah tangguh sampai dia
berkelapangan . dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang)itu lebih baik
bagimu,jika kamu mengetahui(280)…..
[6]
Di antara ulama’ yamg berpendapat seperti ini adalah Ibnu Arabi,Ali Al-Bajawi,
Al-jassas, Muh.Ibnu Jarir at-Thabari, Ibnu Katsir
[7]
Sayyid qutub menulis bahwa ketikaitu ada sementara orang yang berusaha
mengembangkan usahanya dengan memberi hadiah-hadiah kepada orang-orang mampu
agar memperoleh imbalan yang lebih banyak.Maka ayat ini menjelaskan bahwa hal
demikian bukanlah cara pengembangan usaha yang sesungguhnya, meskipun redaksi
ini mencakup semua cara yang bertujuan
mengembangkan harta dengan cara dan bentuk apapun yang bersifat
penambahan(ribawi). Baliau berpendapat bahwa hal semacam ini tidak haram,
sebagaimana keharaman riba yang popular, tapi bukan cara pengembangan harta
yang sebenarnya pada penggalan ayat selanjutnya, yakni memberinya tanpa imbalan
tanpa menanti ganti dari manusia , tetapi demi karena Allah (Quraysy
Shihab,Al-Misbah)(
[8]
M.quraish Shihab,Tafsir Al-Misbah.(Jakarta:Lentera Hati,2002)
[9]
Dwi Swiknyo,Kompilasi tafsir”ayat-ayat Ekonomi Islam”(Yogjakarta:Pustaka
pelajar,2010)
[10]
M.Quraish Shihab,tafsir al-misbah(Jakarta:Lentera hati,2002)
[11]
Mustofa Al-Maroghi,tafsir Al-maraghi.
[12]M.Quraish
Shihab,Tafsir Al- Misbah(Jakarta:Lentera Hati,2002)
[13]
Dwi Swiknyo,Kompilasi tafsir”ayat-ayat Ekonomi Islam”(Yogjakarta:Pustaka
pelajar,2010)
[14]
Surat Ar-Rum:39,An-Nisa:160-161,Ali Imran :130
§ [15]
Muhammad Zuhri. Riba dalam al-Qur;an dan Perbankan: Sbuah Tilikan
antisipatif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996)
§
[16]
Ibid,88.
[17]
Rasyid Ridla, Az zamakhsyari,al-alusi,almaraghi,Sayyid quthub
[18]
Abdullah Saeed,Bank Islam dan Bunga(yogjakarta:Pustaka Pelajar,2003)
[19]
Muh.Zuhri,Riba dalam Alqur’an:Sebuah Tilikan Antisipatif,Masalah
perbankan(Jakarta:Raja Grafindo Jakarta,1996)
[20]
Di antara mufassir dalam kelompok ini adalah Al-razi,Rasyid Ridla dan
Thaba’thaba’i.
[21]
Di antara ulama’ dalam kelompok ini adalah abu Zahrah,Abul a’la
al-maududi,Mustafa ahmad az Zarqa’
BalasHapusreferensi asbabun nuzulnya dapat dari mana ya ?