Minggu, 14 April 2013

Riba dalam perspektif Al-qur’an

.Latar Belakang
Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia tidak mungkin terlepas dari kegiatan ekonomi. Seperti kegiatan untuk memperoleh rezeki demi kelangsungan hidupnya. Dalam islam, Allah telah memberi tuntunan kepada umat manusia sebagaimana terdapat dalam Al-qur’an untuk giat bekerja dan larangan untuk malas-malasan yang mana kegiatan ekonomi temasuk di dalamnya. Akan tetapi Al-qur’an tidak membenarkan semua kegiatan ekonomi jika kegiatan tersebut banyak merugikan atau merugikan salah satu pihak.Seperti perjudian, riba dan semacamnya.
Pembahasan pokok tentang riba disebutkan dalam beberapa tempat secara berkelompok, yaitu surat Ar-rum:39, surat An-Nisa’:160-161, surat ali Imran :130, dan surat Al-baqarah 275-280. Sedangkan mengenai pengertian riba ,para ulama’ menjadikan surat ali Imran ;130dan surat Al-baqarah :278-279 sebagai pijakan .
Kata kunci Al-qur’an yang dikembangkan untuk menerangkan riba oleh para ulama’ adalah lakum ru’us amwalikum( hukum adalah menerima sejumlah modal yang kamu pinjamkan), dari situ kemudian difahami bahwa pemberian pinjaman hanya berhak menerima pelunasan sejumlah pinjaman, dan kelebihan atas jumlah pinjaman itu dibayar dalam tenggang waktu tertentu tanpa iwad( imbalan ) adalah riba.
Akan tetapi dalam perkembangan ekonomi , banyak muncul berbagai fenomena. Misalnya di Indonesia, dari tahun ke tahun nilai tukar rupiah mengalami perubahan . Uang satu juta rupiah pada tahun 1995 tidaklah sama dengan tahun berikutnya, Jika pada awal tahun1995 dipinjam uang sebesar satu juta dan kemudian dikermbalikan pada tahun 2000 –secara ekonomi- dirugikan.Dalam kondisi seperti ini, agar tidak ada pihak yang dirugikan, pengembalian hutang harus disertai tambahan untuk kompensasi perubahan nilai tukar rupiah. Akan tetapi langkah ini pasti akan dikatakan riba jika berdasarkan kategori di atas. Fenomena ini menggambarkan pengembalian ‘ru’us amwalikum  ini tidak relevan dengan tidak adanya dzulm sebagaiman terdapat dalam surat Al-baqarah:279.
Sementara perkembangan ekonomi dari masa ke masa mengalami perkembangan , yang dulu tidak dikenal,sekarang ada. Dulu lembaga permodalan seperti bunga bank tidak dikenal ,sekarang ada. Di satu sisi,bunga bank terperangkap dalam praktek riba, tetapi di sisi lain bank punya fungsi sosisl yang besar. Mengenai hal ini ada 2 pendapat. Pendapat pertama, mengatakan bahwa bunga bank sama dengan riba ,sehingga harus dihindari oleh umat islam. Sedangkan pendapat yang mengatakan bahwa bunga bank belum tentu disebut riba  apabila tidak ada unsur dzulm di dalamnya. Sekalipun demikian sebenarnya kita belum menawarkan rumusan yang baku tentang kriteria dzulm[1].
Bagaimanpun di masa lampau riba dengan segala sifat dampaknya sudah difahami, kendati pengertiannya sederhana., artinya berbagai kegiatan ekonomi sudah dapat dikategorikan sebagai riba atau tidak . Sementara perkembangan ekonomi terus melaju sehingga membentuk perspektif tertentu dalam masyarakat menyangkut penilaian terhadap tentang kegiatan ekonomi ,sehingga kegiatan ekonomi tertentu dewasa ini justru dipandang baik, bahkan dibutuhkan .Oleh karena itu  perlunya ada pengkajian ulang tentang karakter riba yang terkandung dalam Al-qur’an .
Dalam makalah ini, penulis akan mengulas bagaimana karakteristik riba yang ada dalam al-qur’an dengan menelaah ayat yang berhubungan dengan riba , melihat asbabun nuzulnya ,munasabah ayat dan mencoba menganalisis dalam konteks apa riba diharamkan?semoga bermanfaat.
II. Deskripsi
A.Ayat-ayat tentang Riba
·       QS.Ar-Rum:39
·       وما اتيتم من ربا ليربوافي أموال الناس فلا يربوا عند الله وما اتيتم من زكوة تريدون وجه الله فأولئك هم المضعفون [2](39)
·         QS.An-Nisa’:160-161

·       فَبِظُلْمٍ مِنَ الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ كَثِيرًا (160) وَأَخْذِهِمُ الرِّبَوا وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا (161)[3]



·         QS.Ali Imran :130
·         يآأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَوا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (130)[4]

·       QS.Al-baqarah:275-280
·       الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَوالَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (275) يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ (276) إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (277) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (278) فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ (279) وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (280)[5]


B.Asbabun Nuzul
·         Ar-Rum:39
Surat Ar-rum dianggap surat yang pertama karena ia turun pada periode Makkah , sementara ayat-ayat lain yang berbicara tentang riba turun pada periode madinah.Pembicaraan riba pada ayat ini memberikan gambaran bahwa riba disangka dapat menghasilkan penambahan harta, dalam pandangan Allah tidaklah benar, karena sesungguhnya zakatlah yang dapat mendatangkan lipat ganda. Di dalam ayat ini juga belum ada penegasan bahwa riba dilarang.
Sementara ulama mengemukakan bahwa uraian Al-qur’an tentang riba mengalami pertahapan , mirip dengan pertahapan pengharaman khamr ( minuman keras). Tahap pertama sekedar menggambarkan adanya unsur negative, yaitu, yaitu surat ar-rum ini ,dengan menggambarkannya sebagai” tidak bertambah pada sisi Allah”. Kemudian , disusul dengan isyarat tentang keharamannya(QS.an-Nisa’ (4);161). Selanjutnya , pada tahap ketiga ,secara tegas dinyatakan keharaman salah atu bentuknya,yaitu yang berlipat ganda(QS.Ali Imran [3]: 130. Dan terakhir pengharaman secara total dan dalam berbagai bentuknya yaitu pada QS.al-Baqarah[2]:278).
Sebagian mufassir ada yang berpendapat bahwa dalam surat ini yang dimaksud bukanlah riba yang diharamkan . Riba dalam ayat ini berupa pemberian sesuatu kepada orag lain yang tidak didasarkan keikhlasan seperti pemberian hadiah dengan harapan balasan yang lebih besar[6].
Kata (ربا) Riba dari segi bahasa bahasa berarti kelebihan.Ulama berbeda pendapat tentang maksud kata ini pada ayat di atas,. Sementara ulama’, seperti pakar tafsir dan hukum,Al-qurthubi dan Ibnu Arabi , demikian juga Al-biqa’, Ibnu Kastir , sayyid Qutub[7] dan masih banyak yang lain_ semua itu berpendapat- Bahwa riba yang dimaksud ayat ini adalah riba yang halal. Ibnu Katsir menamainya dengan riba mubah.Mereka antara lain merujuk pada sahabat Nabi SAW, Ibnu Abbas r.a dan beberapa tabi’in yang menafsirkannya dalam arti hadiah yang diberikan kepada seseorang dengan mengharapkan imbalan yang lebih.[8]
Ada juga Ulama’ yang memahaminya dalam arti Riba dari segi hukum , yakni yaitu haram. Thahir Ibnu Asyur berpendapat demikian. Tim penyusun tafsir Al-Muntakhab juga demikian . Mereka menulis bahwa makna ayat di atas adalah “ harta yang kalian berikan kepada orang-orang yang memakan riba dengan tujuan menambah harta mereka, tidak suci di sisi Allah dan tidak akan diberkati. Sedang sedekah  yang kalian berikan dengan tujuan mengharapkan ridla Allah tanpa riya atau mengharapkan imbalan, itulah orang-orang yang memiliki kebaikan yang berlipat ganda.
Thaba’thaba’i memahami kata riba pada ayat di atas dalam arti hadiah,tetapi dengan catatan jika ayat ini turun sebelum hijrah ,dan riba yang haram adalah apabila ia turun setelah hijrah , walaupun menurut ayat ini  dan ayat sebelumnya lebih dekat dinilai madaniyyah daripada Makkiyah.
Prof.Dr.Qurays Shihab memahami riba dalam ayat ini dalam arti hadiah yang mempunyai maksud-maksud selain jalina persahabatan murni. Di sisi lain, dalam al-qur’an kata riba ditemukan dalam Al-qur’an sebanyak delapan kali dalam empat surat. Salah satu yang menarik adalah cara penulisannya.Hanya dalam surat Ar-rum ini yang ditulis tanpa menggunakn huruf wawu ,ditulis (ربا) . Sedang , selainnya ditulis dengan huruf wawu yakni(الربو) . pakar ilmu Al-qur’an az-Zarkasyi, menjadikan perbedaan penulisan ini sebagai salah satu indicator tentang perbedaan maknanya . yang ini adalah riba yang halal ,yakni hadiah, sedang yang sealinnya adalah riba yang haram, yang merupakan salah satu pokok keburukan ekonomi.
Sedangkan perbandingan antara riba dan zakat menunjukkan bahwa riba terkesan mengambil harta orang lain tanpa ada transaksi penyeimbang,sedangkan zakat memberikan harta kepada orang lain sebagai wujud kepedulian .Keduanya dapat melipatgandakan harta sedangkan zakat melipatgandakan pahala karena sifat kesalehan social orang yang berzakat,”fa ula’ika humul mudh’ifuuna.[9]
·         QS.An-Nisa’:160-161
Ayat ini turun dalam konteks waktu itu, orang-orang Yahudi biasa melakukan perbuatan dosa besar. Mereka selalu menyalahi aturan yang telah ditentukan oleh allah SWT. Barang-barang yang telah dihalakan oleh Allah mereka haramkan, dan apa yang diharamkan oleh Allah mereka lakukan. Sebagian dari barang yang diharamkan oleh Allah yang mereka banyak budayakan adalah riba.Hanya orang-orang yang benar-benar beriman kepada Allah secara jujur dari kalangan meraka – diantaranya Abdullah bin Salam, Tsa’labah bin Sa’yah, Asad bin Sa’yah dan Asad bin Usaid – saja yang tidak mau melakukan kezaliman. Sehubungan dengan itu, Allah SWT menurunkan ayat 161 sebagai khabar tentang perbuatan mereka dan sebagai kabar gembira bagi mereka yang beriman untuk mendapatkan pahala yang besar dari sisi Allah SWT. (HR. Ibn Abi Hatim dari Muhammad b. Abdillah b. Yazid al-Muqri dari Yahya b. Uyainah dari Amr b. Ash).
Dalam tahap ini, riba digambarkan sebagai sesuatu yang buruk. Dalam ayat ini diceritakan bahwa orang-orang yahudi dilarang melakukan riba, tetapi larangan itu dilanggar mereka sehingga mereka dimurkai Allah SWT dan diharamkan kepada mereka sesuatu yang telah pernah dihalalkan kepada mereka sebagai akibat pelanggaran yang mereka lakukan. Ayat ini turun sesudah Hijrah (Madaniyah). Dan ayat ini belum secara jelas ditujukan kepada kaum muslimin, tetapi secara sindiran telah menunjukan bahwa, kaum muslimin pun jika berbuat demikian akan mendapat kutuk sebagaimana yang didapat orang-orang yahudi.
·         QS.Ali Imran:130
Sebagian ulama’ berijtihad memeras keringat untuk menemukan hubungan ayat ini karena sebelumnya telah diuraikan panjang lebar mengenai sejarah perang uhud,namun ada sebagian mereka tidak puas dengan pandangan ulama lain berhenti dan berkesimpulan bahwa ayat ini tidak perlu dihubungkan dengan ayat –ayat sebelumnya.
Salah satu pendapat yang dapat dipertimbangkan adalah pendapat al-Qaffal bahwa ,karena kaum musyrikin membiayai peperangan-peperangan mereka, antara lain pada perang uhud,dengan harta yang mereka hasilkan dari riba,boleh jadi terlintas dalam benak kaum muslimin untuk mengumpulkan pula biaya peperangan melalui riba. Ayat ini turun mengingatkan mereka agar jangan melangkah ke sana.
 Al-biqa’i berpendapat bahwa sebab utama dari malapetaka yang terjadi dalam perang uhud adalah karena para pemanah meninggalkan posisi merekadari atas bukit untuk mengambil harta rampasan perang,padahal nabi telah melarangnya. Harta yang mereka ambil itu serupa dengan harta riba , dari sisi bahwa keduanya adalah sesuatu yang merupakan bagian yang lebih dari hiasan dunia.Kesamaannya dalam hal sesuatu yang terlarang ,atau sesuatu yang lebih dari wajar ,itulah yang mengundang ayat ini mengajak orang-orang beriman agar tidak memakan riba sebagaimana yang sering terjadi dalam masyarakat jahiliyyah pada waktu itu, yakni yang berlipat ganda[10].
Al-Biqa’I  menguatkan pendapatnya ini dengan  mengutip beberapa riwayat ,antara lain  dari Abu Daud melalui Abu Hurairah yang kesimpulannya adalah bahwa seseorang yang kesimpulannya adalah bahwa seseorang-Amr ibn Uqaisy atau Usairim Ibn abdil Asyhal-melakukan transaksi riba , dan dia enggan masuk islam sebelum memungut riba itu.Namun,ketika perang uhud terjadi, dia menanyakan tentang anak-anak pamannya ,atau anak pamannya ,atau anak saudaranya dan beberapa temannya. Setelah disampaikan bahwa mereka berada di uhud, dia segera menunggang kudanya dan pergi menemui mereka. Ketika kaum muslim melihatnya, mereka menyuruhnya pulang , tetapi dia menyatakan dirinya telah beriman . Dia ikut aktif terlibat dalam peperangan itu dan mengalami luka berat. Di rumahnya , dia ditanya tentang sebab keterlibatannya dalam peperangan apakah karena ingin membela keluarga atau karena Allah.Dia menjawab:”Karena Allah dan Rasulnya” Tidak lama kemudian, dia gugur karena lukanya.Rasulullah  SAW menyatakan bahwa dia adalah penghunu syurga ,padahal tak sekalipun ia sholat.
Peristiwa ini sementara dijadikan oleh ulama’sebagai asbabun nuzul ayat dan seperti terlihat ia masih berkaitan dengan perang uhud,yang menjadi uraian-uraian ayat-ayat lalu.Berdasarkan hal tersebut,ayat dia atas juga dapat berarti “Wahai orang-orang yang berkeinginan untuk beriman  untuk beriman,maka janaganlah berbuat seperti –Amr Ibnu Uqaisy atau Ushairim Ibnu Abdil Asyhal-yang menunda keislamannya karena ingin memungut harta riba yang kamu kenal berlaku di masyarakat,tetapi bersegeralah berimankepada Allah agar kalian tidak celaka,tetapi menorah keuntungan. Atau , wahai oarng-orang yang menyatakan dirinya sebagai orang yang beriman,lakukanlah seperti yang dilakukan Asyram. Dengan kesungguhan imannya ,dia berperang, dan meninggalkan riba sehingga memperoleh keberuntungan.
Sementara Imam Ar Razi mengatakan,” Pada masa jahiliyyah , bila seseorang berhutang pada orang lain sebanyak 100 dirham,jika telah waktunya,ternyata orang yang berhutang belum bisa membayarnya ,ia akan mengatakan:”tambahilah waktu pembayarannya”,biar nanti aku tambah jumlah pembayarannya. Dan ini terkadang mencapai 200 dirham. Setelah tiba waktu  yang dijanjikan,terulang  lagi hal yang serupa dan hal itu terjadi beberapa kali ,sehingga seratus dirham ia dapat mengambil berlipat ganda dari modalnya.[11]

Ayat di mulai dengan panggilan kepada orang-orang yang beriman disusul dengan larangan riba.Dimulainya demikian memberi isyarat bahwa bukanlah sifat dan kelakuan orang yang beriman memakan yakni mencari dan menggunakan uang yang diperolehnya dari praktek riba.
Riba atau kelebihan yang terlarang oleh ayat tersebut adalah yang sifatnya adh’afam mudlo’afah,yakni berlipat ganda, sebagaimana kebiasaan masyarakat jahiliyyah . Jika seseorang tidak mapu membayar hutang , dia ditawari atau menawarkan penangguhan pembayaran , dan sebagai imbalan penangguhan itu-ketika membayar  utangnya-dia membayar nya dengan ganda atau berlipat ganda.
Dalam tafsir Al-Kasyf disebutkan bahwa imam abu hanifah, apabila membaca ayat 130 di atas , beliau berkata :” Inilah ayat-ayat yang paling menakutkan dalam Al-qur’an karena Allah mengancam orang-orang yang beriman terjerumus dalam neraka yang disediakan Allah untuk orang-orang kafir. Memang riba adalah kejahatan ekonomi yang terbesar .Ia adalah penindasan terhadap orang yang butuh.Penindasan dalam bidang ekonomi dapat lebih besar daripada penindasan dalam bidang fisik. Tidak heran jika sebagian ulama’-seperti Muhammad Abduh – yang menilai kafir , orang-orang yang melakukan praktik riba- walaupun mengakui keharamannya dan walau dia mengcapkan kalimat syahadat dan secara formal melakukan sholat-adalah serupa orang-oranng kafir yang terancam kekal di neraka.[12]
QS. Al-B-aqarah :275-280.
Asbabun nuzul Ayat 278[13];
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath Thabari meriwayatkan,”Kaum tsaqif ,penduduk kota tha’if ,telah membuat sesuatu kesepakatan dengan Rasulullah ,nahwa semua hutang mereka,demikian juga piutang (tagihan )mereka yang berdasarkan riba agar dibekukan dan dikembalikan hanya pokoknya saja. Setelah fathul Makkah,Rasulullah SAW menunjuk Itab bin Usaid sebagai Gubernr Mekah yang juga meliputi kawasan Thaif sebagai daerah administrasinya.Bani Amr bin Umar bin Auf adalah orang yang senantiasa meminjamkan uang secara riba kepada Bani Mughirah dan sejak zaman jahiliyyah bani Amr Mughirah senantiasa membayarnya dengan tambahan riba.
Setelah kedatangan islam,mereka tetap memiliki kekayaan dan asset yang banyak. Karenanya,datanglah bani Amr untuk menagih hutang dengan tambahan riba dari bani mughiroh –seperti sedia kala tetapi bani mughirah setelah masuk islam menolak untuk memberikan riba tersebut. Dilaporkan masalah tersebut kepada gubernur Itab langsung menulis surat kepada Rasulullah dan turunlah ayat tersebut.Rasulullah lantas menulis surat balasan kepada Gubernur Itab,jika mereka Ridlo atas ketentuan Allah di atas,maka itu baik. Tetapi jika mereka menolak maka kumandangkanlah ultimatum perang pada mereka.
Dari Asababunnuzul di atas,Allah mengisyaratkan kepada seluruh orang yang beriman untuk meninggalkan sisa riba dalam utang-piutang.Jika mereka masih melakukannya ,maka Allah dan Rasul akan memeranginya.



Sebenarnya persoalan riba telah dibicarakan Al-qur’an sebelum ayat ini .[14]Sedangkan ayat riba yang terakhir adalah terdapat surat ini. Bahkan Ayat ini dinilai sebagai ayat hukum terakhir atau ayat terakhirbyang diterima oleh Rasulullah. Umar Ibnu Khattab berkata bahwa Rasul SAW wafat sebelum sempat menafsirkan maknanya, yakni secara tuntas.
Karena ayat ini didahului oleh ayat-ayat lain yang berbicara tentang riba, tidaklah heran jika kandungannya bukan saja melarang praktik riba,tetapi juga sangat mencela pelakunya,bahkan mengancam mereka.Menurut banyak ulama’ ,terjadi di hari kiamat nanti, yakni mereka akan dibangkitkan dari kubur dalam keadaan sempoyongan ,tidak tau arah yang harus mereka tuju.Lalu bagaimana dengan perumpamaan yang dilukiskan  sebagai sentuhan syetan terhadap mereka.
Az-Zamakhsyari(1075-1144), seorang tokoh beraliran rasional.Berkomentar tentang makna sentuhan syetan bahwa ini berdasar kepercayaan orang-orang musyrik arab , maka penyebutan sentuhan setan di sini adalah berdasarkan hal tersebut, bukan dalam arti yang sebenarnya.
 Biarbagaimanapun orang-orang yang bertransaksi dalam riba yang keadaannya seperi dilukiskan di atas berpendapat bahwa apa yang mereka lakukan wajar-wajar saja:”Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba”
 Tidaklah mudah menjelaskan hakikat riba karena Al-qur’an tidak menguraikannya secara terperinci. Rasulpun tidak sempat menjelaskannya secara tuntas karena rangkaian ayay-ayat riba dalam surat ini turun menjelang beliau wafat.Memang, banyak riwayat tentang praktik riba pada waktu itu.Pakar tafsir Ibn Jarir Ath Thabrani meriwayatkan melalaui Ibn Zaid yang menerima informasi dari ayahnya bahwa riba pada masa jahiliyyah adalah dalam pelipatgandaan.
Di samping bentuk di atas, yang popular dinamakan riba Nasi’ah ,Rasul Saw juga melarang bentuk lain dari riba, yaitu dengan dinamai riba fadhl,yaitu menukar jenis barang yang sama,tetapi dengan kadar yang berbeda.
Kata yamhuq yang diterjemahakan dengan memusnahkan , dipahami oleh pakar-pakar bahasa dalam arti mengurangi sedikit demi sedikit hinggs habis, sama halnya dengan sinar bulan  setelah purnama ,berkurang sedikit demi sedikit ,sehingga lenyap dari pandangan.
Penganiayaan yang timbul karena praktik riba menimbulkan kedengkian di kalangan masyarakat ,khususnya kaum lemah. Kedengkian tersebut sedikit demi sedikit bertambah dan bertambah  hingga akhirnya menimbulkan bencana yang membinasakan.
Lawan riba adalah sedekah. Tidak heran jika Allah menyuburkan sedekah . Jangan menduga penyuburan, penambahan, dan pengembangan itu hanya dari sisi spiritual atau jiwa yang dilahirkan oleh bantuan pemberi sedekah.Jangan duga hanya ketenangan batin dan ketentraman jiwa yang dapat diraih oleh pemberi dan penerima.Akan tetapi juga drai segi material. Seseorang yang bersedekah dengan tulus akan merasakan kelezatan dan kenikmatan membantu, dan pada gilirannya melahirkan ketenangan dan ketentraman jiwa yang dapat mendorongnya untuk lebih berkonsentrai dalam usahanya.
Ayat ini juga mengisyaratkan kekufuran orang-orang yang mempratikkan riba, bahkan kekufuran yang berganda sebagaimana difahami  dengan menggunakan  kata kaffar bukan kafir. Kekufuran yang bergannda itu yang mempersamakan antara riba dan jual beli sambil menolak ketentuan Allah.
Secara ringkas,kelompok ayat ini berbicar tentang riba dengan berbagai tahapan sebagai berikut:
1.Ia memulai pembicaraan dengan melukiskan pemakan riba sebagai orang yang kesetanan,tidak dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk,sehinnga ia menyamakan antara jual beli dan riba.Padahal Al-qur’an telah menegaskan baahwa jual –beli itu halal dan riba itu haram.Oleh karena itu diingatkan bahwa orang yang menerima nasehat Al-qur’an akan beruntung dan orang yang membangkang di ancam neraka.
2.Al-qur’an menegaskan bahwa riba itu melumpuhkan sendi-sendi ekonomi,sedangkan sadaqah menyuburkan kekuatan ekonomi.
3.Al-qur’an memuji orang yang beriman ,beramal saleh dan membayar zakat.
4.Penegasan ulang tentang riba
5.Al-qur’an memuji pemberian pinjaman yang suka memaafkan hutang orang lain karena peminjam mengalami kesulitan ekonomi.
Dan secara umum dapat dikatakan bahwa sebab turun kelompok surat Al-baqarah:278 adalah praktek riba yang dilakukan oleh masyarakat Makkah dan sekitarnya,yang dikenal dengan riba jahiliyyah.
C.Munasabah[15]
Al-qur’an berbicara tentang riba di empat tempat,Masing-masing kelompok ayatnya dikaitkan dengan ayat –ayat sesudah dan sebelumnya agar konteks dan pesannya secara utuh dapat dimengerti secara baik. Setelah masing-masing kelompok ayat riba dipahami dengan konteksnya,dilanjutkan dengan memadukan semua kelompok ayat riba. Dari sana akan ditemukan sosok riba secara utuh sesuai dengan pesan al-qur’an.Para ulama menyebut pendekatan ini dengan munasabah,Ada munasabat antara permulaan surat dengan akhir surat sebelumnya,antara permulaan dengan akhir surat yang sama,antara kandungan surat dengan namanya,antara kelompok ayat dengan kelompok ayat dengan ayat-ayat sebelum dan sesudahnya.Dalam makalah ini akan dicoba diterapkan pendekatan muhasabah antara kelompok ayat-ayat riba,dengan ayat-ayat sebelum dan sesudahnya.
Ar-Rum:130
Ayat ini merupakan bagian ayat yang tidak terpisahkan dengan suatu kelompok ayat,beberapa ayat sebelum dan sesudahnya. Sebelum Al-qur’an menyebutkan riba, ia mengingatkan bahwa ada orang yang dicoba dengan kesusahan kemudian ia segera bergegas mendekatkan diri kepada Allah,sedangkan orang yang dioba dengan kesenangan,ia menjauh dari Allah.Tetapi ada pula sebaliknya.Di antara cobaan adalah menyangkut rizki. Sebab ayat berikutnya al-qur’an menegaskan:’hanya Allah lah sebenarnya yang memberikan rizki yang sedikit atau banyak.
Selain itu sebelum menyebut riba itu tidak menghasilkan apa-apa,ia menyuruh orang untuk mengeluarkan zakat yang membawa hasil yang lipat ganda. Di sini riba dikontraskan dengan zakat, dalam zakat ,harta mempunyai fungsi social sedangkan riba tidak.
An-Nisa’ 160-161
Pada ayat ini riba tidak dikontraskan dengan zakat atau sejenisnya ,tetapi menyejajarkan pelaku riba dengan orang yang durhaka kepada rasul.Sesudah al-qur’an menyebut bahaya riba di kalangan Yahudi,iamenyebut beberapa sifat orang yang akan mendapat pahala di sisi Allah, di antaranya adalah orang yang mengeluarkan zakat.
Ali Imran:130
Menurut Muhammad Abduh , sebelum al-qur’an menyebut larangan riba di ayat ini,ia berbicara tentang pertolongan Allah terhadap orang mukmin dalam perang badr.Kekalahan dalam perang uhud berkaitan dengan ketamakan orang islam akan gharimah dan keakraban mereka kepada orang yahudi, yang dikenal dengan pemakan riba seperti disebut dalam surat An-nisa’;160-161.Agar pertolongan Allah tetap menyertai orang mukmin,tamak dan akrab dengan riba harus dihindari.
Al-Baqarah:275-280
Kelompok ayat ini merupakan lanjutan ayat-ayat sebelumnya.Ayat ini diawali dengan membicarakan tentang ketegasan bahwa orang yang berinfaq kepada Allah berarti menggandakan harta.Jaminan yang sama dibicarakan Al-qur’an pada ayat selanjutnya mengenai pertentangan riba dengan shodaqah karena orang menyangka bahwa riba sama halalnya dengan jual beli.Pengontrasan antara riba dan zakat disebut al-qur’an dua kali,satu kelompok pada periode  makkah sebagaimana terdapat dalam surat Ar-Rum dan periode Madinah pada surat Al-Baqarah.Setelah menguraikan tentang dampak riba,Al-qur’an menegaskan tentang larangan riba,sebagai ulangan larangan yang terdapat dalam surat Ali Imran.
Dengan demikian ,riba dalam al-qur’an yang dilihat dari kerangka munasabat menunjukkan kerangka sebagai berikut[16]:
§  Riba menjadikan pelakunya kesetanan, tidak dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk,sehinnga ia menyamakan antara jual beli dan riba.Padahal Al-qur’an telah menegaskan baahwa jual –beli itu halal dan riba itu haram.
§  Riba merupakan transaksi utang piutang dengan tambahan yang dijanjikan di depan dengan dampak dzulm,ditandai dengan lipat ganda. Dalam surat Ali Imran sifat dzulm lebih ditekankan,sedangkan di dalam surat Al-baqarah lipat ganda yang lebih ditekankan.Demikian dzulm relevan lipat ganda .
§  Dari sikap Al-qur’an yang selalu menghadapkan riba dengan sedekah ,zakat atau infaq,maka diketahui bahwa riba mempunayi watak menjaukan persaudaraan,bahkan menuju permusuhan,Sebab sedekah dan padanannya yang merupakan antitesa riba mempunyai watak mengakrabkan persaudaraan dan membuat iklim tolong-menolong.

D.Pendapat Ulama’ Tafsir
Ada beberapa cara yang ditempuh ulama’ dalam menafsirkan ayat-ayat riba.At-Tabari,ibn kasir,dan Al-qurthubi dalam penafsiran mereka cenderung menitikberatkan pada pengutipan hadis-hadistyang berkenaan dengan kasus yang melatarbelakangi turunnya ayat riba,dengan sedikit komentar.Sedang as-suyuti tanpa berkomentar.Sedangkan kelompok kedua,[17]mengutip hadist-hadist secara sekilas untuk mendukung mereka dalam penafsiran.Sedangkan ulama’ lain seperti fakhrur Razi, al-Khazin,Ath-thaba’thaba’i mengutip banyak hadis seperti yang dilakukan oleh ulama’ yang pertama tetapi juga mengemukakan pendapat seperti yang dilakukan oleh ulama’ golongan kedua.
Sedangkan para modernis seperti Fazlur Rahman(1964),Muhammad Asad(1984),Said an- Najjar(1989), dan abdul Mun’im An-Namir(1989) menekankan perhatiannya pada aspek moral sebagai bentuk pelarangan riba dan mengesampingkan aspek legal formal dari larangan riba karena menimbulkan ketidakadilan,sebagaimana dalam Al-qur’an diungkapkan “laa tadzlimuuna walaa tudzlamuun”.Paramodernis juga mendasarkan pandangannya pada ulama’ klasik di antaranya Ar Razi,Ibn qayyim, dan Ibn Taimiyyah[18].
Tidak semua ulama’ memberi definisi riba dalam tafsirannya,tidak begitu jelas mengapa para ulama’ tidak mengemukaan definisinya. Tampaknya ulama’ muta’akhirlah yang mengemukakan definisi.

Menurut Thaba’thaba’i Riba adalah menukar/mengganti  sesuatu dengan sesuatu yang sebanding dan ada tambahan.Dengan definisi ini,maka jenis riba nasi’ah dan riba fadhl masuk di dalamnya. Sedang menurut Rasyid Ridla mengatakan yang dimaksid riba di sini adalah riba yang dikenal di masa jahiliyyah dan dipraktikkan  oleh orang-orang yahudi dan orang-orang musyrik.Akan tetapi beliau membatasi bahwa riba yang diharamkan Al-qur’an adalah yang bersifat lipat ganda.Menurut As-shabuni,riba nasi’ah adalah riba orang-orang jahiliyyah,di mana orang mengadakan peminjaman sejumlah harta untuk jangka waktu tetentu ,seperti setahun atau sebulan,dengan syarat ada tambahan karena panjangnya tenggang waktu.
Dari uraian para mufassir tentang riba ,baik yang dituangkandalam definisi maupun dalam gambaran praktis di masa jahiliyyah,riba yang mereka maksud dapat diidentifikasi sebagai berikut[19]:
1)      Terjadi karena transaksi pinjam meminjam/utang-piutang.
2)      Ada tambahan dari jumlah pinjaman ketika pelunasan.
3)      Tambahan tersebut dijanjikan terlebih dahulu,setidaknya beberapa waktu sebelum pelunasan.
4)      Tambahan itu diperhitungkan sesuai dengan panjang pendek-nya tenggang waktu peminjaman.
Namun terdapat analisa beberapa mufassir[20] yang tidak cukup diidentifikasikan dalam empat macam seperti di atas.
E.Kontekstualisasi
Sementara perkembangan ekonomi dari masa ke masa mengalami perkembangan , yang dulu tidak dikenal,sekarang ada. Dulu lembaga permodalan seperti bunga bank tidak dikenal ,sekarang ada.Bank merupakan bagian dari peradaban Barat yang diterima oleh para tokoh pembaharu islam sekitar abad ke 18 masehi.Sehingga kontroversi bunga bank muncul setelah abad itu. Oleh karena itu  perlunya ada pengkajian ulang tentang karakter riba yang terkandung dalam Al-qur’an .
Sebagaimana kita tahu bahwa dewasa ini sebagian orang islam telah mendirikan Bank,kita istilahkan saja Bank Islam.Ia merupakan hasil upaya penyempurnaan bentuk dan mekanisme kerja bank pada umumnya(konvensional).Gerakan ini muncul karena di satu sisi mereka mengakui pentingnya keberadaan bank dalam menghadapi problem ekonomi, di sisi lain mereka melihat bahwa mekanisme kerja perbankan belum sepenuhnya memenuhi tuntunan islam.
Adapun suku bank dalam bank konvensional dalam hal ini dapat dibedakan menjadi dua pengertian sebagai berikut:
1.      Suku bunga kredit,yaitu bunga yang dibayar oleh bank kepada pemilik dana yang menyimpan uangnya di bank
2.      Suku bunga debet,yaitu suku bunga yang ditetapkan oleh bank yang harus dibayar oleh pemakai dana atau peminjam bank.
Sekarang yang menjadi masalah adalah apakah bunga yang ditetapkan bank konvensional dibenarkan menurut ajaran islam atau dianggap sama dengan riba. Dalam hal ini ada dua pendapat.Pendapat pertama mengatakan bahwa bunga yang dibayarkan pada pinjaman investasi dalam kegiatan produksi tidak bertentangan dengan hukum al-qur’an karena hukum ini hanya mengacu kepada riba yaitu pinjaman yang bukan untuk produksi di masa pra islam.tetapi pendapat ini dibantah oleh pendapat yang kedua dengan mengatakan bahwa sesungguhnya perbedaan antara pinjaman produktif dan tidak produktif adalah perbedaan tingkat,bukan perbedaan  jenis.Menyebut riba dengan nama bunga bank tidak akan mengubah sifatnya,karena bunga adalah sesuatu tambahan modal yang dipinjam,karena itu ia adalah riba  baik dalam jiwa maupun peraturan hukum islam.
Kemudian tentang bagaiman hukum bermu’amalah dengan bank konvensional,di sini muncul tiga pendapat:
1.      Pendapat pertama mengatakan bahwa bunga bank adalah sama dengan riba nasi’ah maka haram hukumnya.Oleh karena itu ,umat islam tidak boleh bermu’amalah dengan bank konvensional yang memakai system bunga kecuali kalau dalam keadaan darurat[21].
2.      Pendapat kedua adalah pendapat Majlis Tarjih Muhammadiyah yang pada tahun 1968 memutuskan bahwa bunga bank yang diberikan bank konvensional kepada para nasabahnyademikian sebaliknya,dalaam artian syubhat,belum jelas halal dan haramnya.
3.      Pendapat ketiga  memperbolehkan.Dalam hal ini ada dua pendapat,pendapat pertama yang dianut oleh A.Hasan,pendiri dan pemimpin pesantren Bangil.Menurut pendapatnya,bunga bank bukan riba yang diharamkan,karena tidak bersifat ganda seperti dalam surat ali Imran:130.Pendapat kedua mengatakan bahwa yang diharamkan adalah pinjaman konsumtif sedang pinjaman investasi dalam kegiatan produksi tidak diharamkan.
Dalam hal ini penulis makalah cenderung setuju dengan pandangan ulama’ modern yang lebih menekankan perhatiannya pada aspek moral sebagai bentuk pelarangan riba dan mengesampingkan dari larangan riba sebagaimana yang dijelaskan dalam hukum islam.Argumentasi mereka adalah sebab dilarangnya riba karena menimbulkan ketidakadilan,sebagaiman diungkapkan dalam Al-qur’an.:”laa tadzlimuuna walaa tudzlamuun,Bahwa tidak seluruh bunga bank itu dilarang. Sebab pada prinsipnya aktivitas perbankan dengan ciri bunga itu bertujuan pembinaan ekonomi.
IV.Kesimpulan.
Dari uraian dia atas ,kiranya dapat disimpulkan sebagai berikut:
·         Dari uraian para mufassir tentang riba ,baik yang dituangkan dalam definisi maupun dalam gambaran praktis di masa jahiliyyah,riba yang mereka maksud dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1)      Terjadi karena transaksi pinjam meminjam/utang-piutang.
2)      Ada tambahan dari jumlah pinjaman ketika pelunasan.
3)      Tambahan tersebut dijanjikan terlebih dahulu,setidaknya beberapa waktu sebelum pelunasan.
4)      Tambahan itu diperhitungkan sesuai dengan panjang pendek-nya tenggang waktu peminjaman.
  • Tahapan pelarangannya yaitu surat yang pertama yaitu:QS.Ar Rum:39,kemudian (QS.an-Nisa’ (4);161). Selanjutnya , pada tahap ketiga ,secara tegas dinyatakan keharaman salah atu bentuknya,yaitu yang berlipat ganda(QS.Ali Imran [3]: 130. Dan terakhir pengharaman secara total dan dalam berbagai bentuknya yaitu pada QS.al-Baqarah[2]:278).
Sementara perkembangan ekonomi dari masa ke masa mengalami perkembangan Munculnya perbankan menimbulkan kontroversi mengenai hukum bunga bank.Ada banyak mendapat mengenai masalah ini,namun penulis makalah cenderung setuju dengan tokoh  modern yang lebih menekankan perhatiannya pada aspek moral sebagai bentuk pelarangan riba dan mengesampingkan dari larangan riba sebagaimana yang dijelaskan dalam hukum islam.Argumentasi mereka adalah sebab dilarangnya riba karena menimbulkan ketidakadilan,sebagaiman diungkapkan dalam Al-qur’an.:”laa tadzlimuuna walaa tudzlamuun,Bahwa tidak seluruh bunga bank itu dilarang. Sebab pada prinsipnya aktivitas perbankan dengan ciri bunga itu bertujuan pembinaan ekonomi.
Referensi:
§   Zuhri,Muhammad. Riba dalam al-Qur;an dan Perbankan: Sbuah Tilikan antisipatif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996)
§  Saeed,Abdullah.Bank Islam dan Bunga(yogjakarta:Pustaka Pelajar,2003)
§  Quraish Shihab,Tafsir Al-Misbah(Jakarta:Lentera Hati,2002)
§  Musthofa Al-Maraghi,Tafsir Al-Maraghi
§  Swiknyo,Dwi .Kompilasi tafsir”ayat-ayat Ekonomi Islam”(Yogjakarta:Pustaka pelajar,2010)
§  Ahmad Nasuha,Riba dan Bunga Bank dalam perspektif Al-qur’an:Jurnal Teologia,Vol.15.No.1,Januari 2004


[1] Ahmad Nasuha,riba dan Bunga bank dalam perspektif Al-qur’an,Jurnal Theologia.Vol.15.No.1.Januari 2004
[2] Dan sesuatu riba (tambahan ) yang kamu berikan agar dia menambahkan pada harta manusia ,maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah . dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridlaan Allah, maka (yang berbuat demikian ) itulah orang-orang yang melipatgandakan.
[3] Maka disebabkan kedzaliman orang-orang yahudi .Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik(yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka , dan karena mereka banyak mengahalangi (manusia dari jalan Allah(160),Dan disebabkan mereka memakan riba,padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil.Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir diantara mereka itu siksa yang pedih.
[4] Hai orang-orang yang beriman,janganlah memakan riba dengan berlipat-lipat, bertaqwalah kepada Allah agar kamu memperoleh keberuntungan.
[5] Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syetan lantaran tekanan penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata,sesungguhnya jual-beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepada larangan Tuhan, lalu terus berhenti dari mengambil riba , maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu sebelum dating larangan dan urusannya terserah kepada Allah . Orang yang kembali mengambil riba ,maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka,mereka kekal di dalamnya.(275)Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran ,dan selalu berbuat dosa(276)Sesungguhnya orang-orang yang beriman mengerjakan amal shaleh,mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya.Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati(278)Hai orang-orang yang beriman,bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba(yang belum dipungut )jika kamu orang –orang yang beriman(278)Maka jika kamu tidak mengerjakan(meninggalkan sisa riba )maka ketahuilah ,bahwa Allah  dan RasulNya akan memerangimu.dan jika kamu bertaubat(dari pengambilan riba),maka bagimu pokok hartamu,kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya(dirugikan)(299) dan jika (orang berhutang itu)dalam kesukaran , maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan . dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang)itu lebih baik bagimu,jika kamu mengetahui(280)…..
[6] Di antara ulama’ yamg berpendapat seperti ini adalah Ibnu Arabi,Ali Al-Bajawi, Al-jassas, Muh.Ibnu Jarir at-Thabari, Ibnu Katsir
[7] Sayyid qutub menulis bahwa ketikaitu ada sementara orang yang berusaha mengembangkan usahanya dengan memberi hadiah-hadiah kepada orang-orang mampu agar memperoleh imbalan yang lebih banyak.Maka ayat ini menjelaskan bahwa hal demikian bukanlah cara pengembangan usaha yang sesungguhnya, meskipun redaksi ini mencakup  semua cara yang bertujuan mengembangkan harta dengan cara dan bentuk apapun yang bersifat penambahan(ribawi). Baliau berpendapat bahwa hal semacam ini tidak haram, sebagaimana keharaman riba yang popular, tapi bukan cara pengembangan harta yang sebenarnya pada penggalan ayat selanjutnya, yakni memberinya tanpa imbalan tanpa menanti ganti dari manusia , tetapi demi karena Allah (Quraysy Shihab,Al-Misbah)(
[8] M.quraish Shihab,Tafsir Al-Misbah.(Jakarta:Lentera Hati,2002)
[9] Dwi Swiknyo,Kompilasi tafsir”ayat-ayat Ekonomi Islam”(Yogjakarta:Pustaka pelajar,2010)
[10] M.Quraish Shihab,tafsir al-misbah(Jakarta:Lentera hati,2002)
[11] Mustofa Al-Maroghi,tafsir Al-maraghi.
[12]M.Quraish Shihab,Tafsir Al- Misbah(Jakarta:Lentera Hati,2002)
[13] Dwi Swiknyo,Kompilasi tafsir”ayat-ayat Ekonomi Islam”(Yogjakarta:Pustaka pelajar,2010)

[14] Surat Ar-Rum:39,An-Nisa:160-161,Ali Imran :130
§  [15]  Muhammad Zuhri. Riba dalam al-Qur;an dan Perbankan: Sbuah Tilikan antisipatif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996)
§   
[16] Ibid,88.
[17] Rasyid Ridla, Az zamakhsyari,al-alusi,almaraghi,Sayyid quthub
[18] Abdullah Saeed,Bank Islam dan Bunga(yogjakarta:Pustaka Pelajar,2003)
[19] Muh.Zuhri,Riba dalam Alqur’an:Sebuah Tilikan Antisipatif,Masalah perbankan(Jakarta:Raja Grafindo Jakarta,1996)
[20] Di antara mufassir dalam kelompok ini adalah Al-razi,Rasyid Ridla dan Thaba’thaba’i.
[21] Di antara ulama’ dalam kelompok ini adalah abu Zahrah,Abul a’la al-maududi,Mustafa ahmad az Zarqa’

1 komentar: